Pendekatan konsultasi akar rumput (grassroot)
telah lama dipandang sebagai cara terbaik untuk menumbuhkan rasa
memiliki masyarakat atas proyek-proyek berbasis warga, mengembangkan dan
memelihara lembaga-lembaga demokrasi, mengurangi konflik kepentingan,
mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Dalam
satu dekade terakhir, konsultasi akar rumput telah
dilaksanakan di Indonesia dalam berbagai bentuk. Akan tetapi
penyelenggaraannya kerap kurang memperhatikan aspek partisipasi secara
luas, dan biasanya masih berupa seremonial dan acara rutin belaka[1].
Pemerintah telah menetapkan kegiatan
musyawarah pembangunan daerah atau Musrenbang sebagai sarana
untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di
daerah. Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk
meningkatkan efektifitas partisipasi masyarakat, antara lain
dengan melembagakan prosedur Musrenbang dalam Peraturan
Daerah (Perda); pengembangan Perda transparansi dan partisipasi;
keterlibatan lebih besar DPRD dalam proses perencanaan;
kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk
fasilitasi pembahasan anggaran; serta pelatihan metodologi dan
teknik prioritisasi alokasi anggaran bagi fasilitator
Musrenbang.
Meskipun terdapat komitmen yang tinggi dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, peranan, fungsi dan jurisdiksi
organisasi masyarakat sipil dalam proses perencanaan dan penganggaran
belum didefinisikan secara jelas. Keadaan ini membatasi efektifitas
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan
daerah.
Sejak diterapkannya proses desentralisasi
pada tahun 1999, Pemerintah Pusat telah melakukan usaha-usaha, melalui
serangkaian regulasi dan berbagai tindakan, untuk mendorong penerapan
pendekatan partisipasi dalam perencanaan pembangunan daerah, serta
membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan
kepemerintahan daerah. Pemerintah Daerah mendukung usaha-usaha di atas
dengan melaksanakan praktek-praktek perencanaan partisipatif. Meskipun
memang perencanaan partisipatif ini lebih bagus dalam tataran peraturan
tapi tidak dalam pelaksanaan.
Keberadaan unsur masyarakat dalam musrenbang
sendiri seringkali tidak terwakili dengan baik, sehingga hasil
keputusan musrenbang seringkali tidak benar-benar menfasilitasi
kepentingan masyarakat. Untuk itulah kiranya perlu dilakukan sebuah
riset sebelum musrenbang dilaksanakan.
Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama
mengindentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan
masyarakat. Kegiatan ini berfungsi sebagai proses negosiasi,
rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku
kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama
mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya.
Pada tingkat masyarakat (desa), Musrenbang
bertujuan untuk mencapai kesepakatan tentang prioritas program SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang akan dibiayai dari APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) dan Alokasi Dana Desa (ADD), serta
memilih wakil-wakil dari pemerintah dan masyarakat yang akan mengikuti
Musrenbang tingkat kecamatan. Pada tingkat kecamatan, peran dan fungsi
Musrenbang ialah untuk mencapai konsensus dan kesepakatan
mengenai [2]:
- Prioritas program dan kegiatan SKPD untuk dibahas dalam Forum SKPD;
- Penentuan perwakilan dari kecamatan yang akan menghadiri Musrenbang kabupaten.
Pada tingkat kabupaten/kota, Musrenbang
bertujuan untuk mencapai konsensus dan kesepakatan tentang
draft final RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Dokumen
ini berisikan [3]:
- Arah kebijakan pembangunan daerah;
- Arah program dan kegiatan prioritas SKPD berikut perkiraan anggarannya atau Renja (Rencana Kerja) SKPD;
- Kerangka ekonomi makro dan keuangan;
- Prioritas program dan kegiatan yang akan dibiayai olehAPBD, APBD Provinsi, dan sumber-sumber biaya lainnya;
- Rekomendasi dukungan peraturan dari Pemerintah Provinsi dan Pusat;
- Alokasi anggaran untuk ADD.
Selain itu pada tingkat kecamatan dan
kabupaten/kota terdapat pula kegiatan serupa yang disebut Forum SKPD,
yang membahas sektor-sektor spesifik seperti kesehatan dan pendidikan.
Kegiatan ini memungkinkan setiap SKPD memadukan program-program mereka
dengan perspektif dan prioritas masyarakat. Hasil dari Musrenbang
kecamatan menjadi bahan diskusi pada Forum SKPD, dan hasilnya kemudian
dibawa ke Musrenbang kabupaten/kota untuk dibahas lebih lanjut.
Musrenbang pada dasarnya, adalah perencanaan yang bersifat Botton Up Planning,
karena perencanaan dari bawah tentunya masyarakat adalah subjek (bukan
Objek) Pembangunan. Sementara perencanaan program SKPD pada dasarnya
bersifat Top Down Planning melalui kebijakan yang dibuat sendiri
oleh SKPD. Disini SKPD adalah subjek pemberi pelayanan kemasyarakatan.
Musrenbang berada diantara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan
Program SKPD. Merujuk dari analisis kebutuhan dan keinginan serta
pendapat berbagai pakar pembangunan kabupaten, yang menjelaskan bahwa
Pembangunan di suatu kabupaten dalam konsep desentralisasi akan berhasil
jika memperhatikan atau berada dalam sistem dan subsistem Pemerintahan
Lokal, Masyarakat dan Keluarga Setempat serta Dunia Usaha (Wiraswasta)
Lokal. Masing-masing mempunyai unsur yang sama yaitu Sumber Daya Manusia
(SDM), Cara Bekerja, dan Nilai-nilai dalam beraktifitas.
- Mengatur Partisipasi Masyarakat
Pemerintah telah menerbitkan serangkaian
peraturan perundangan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses resmi perencanaan dan penganggaran daerah. Peraturan-peraturan
tersebut meliputi[4]:
- Undang-Undang No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah; meletakkan partisipasi masyarakat sebagai elemen
penting untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat; menciptakan rasa
memiliki masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan daerah;
menjamin terdapatnya transparansi, akuntabililitas dan
kepentingan umum; perumusan program dan pelayanan umum yang memenuhi
aspirasi masyarakat.
- Undang-Undang 25/2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; melembagakan Musrenbang
di semua peringkat pemerintahan dan perencanaan jangka panjang, jangka
menengah dan tahunan. Menekankan tentang perlunya sinkronisasi
lima pendekatan perencanaan yaitu pendekatan politik,
partisipatif, teknokratis, bottom-up dan top down dalam perencanaan pembangunan daerah.
- Surat Edaran Bersama Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Musrenbang; mengatur titik masuk (entry point) partisipasi
masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Surat
edaran bersama ini juga mempedomani tata cara, capaian, prosedur,
proses, dan mekanisme penyelenggaraan Musrenbang dan forum
multistakeholder SKPD.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
Pemerintah Indonesia telah menciptakan kerangka bagi Musrenbang untuk
dapat mensinkronisasikan perencanaan ‘bottom-up’ dengan ‘top
down’ dan merekonsiliasikan berbagai kepentingan dan
kebutuhan pemerintah daerah dan non pemerintah daerah
dalam perencanaan pembangunan daerah.
Regulasi lain yang memungkinkan masyarakat
untuk dapat lebih memantau dampak pengeluaran pemerintah daerah, seperti
pengeluaran untuk mengatasi kemiskinan dan penguatan peran
perempuan,adalah sebagai berikut[5]:
- Undang-Undang No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara; Peraturan Pemerintah No. 58/2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah,dan Peraturan Mendagri No. 13/2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; melembagakan elemen-elemen penting dari
tata pemerintahan yang baik seperti akuntabilitas, transparansi,
efisiensi dan efektifitas alokasi sumber dana, keberlanjutan pengelolaan
keuangan daerah, dan pengelolaan kinerja seperti perencanaan dan
penganggaran berbasis kinerja. Peraturan dan perundangan ini berpeluang
untuk memberikan kerangka yang lebih baik bagi organisasi masyarakat
sipil untuk terlibat dalam proses penganggaran.
- Peraturan Pemerintah No.65/2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
ditujukan untuk memberikan kerangka yang lebih berkelanjutan bagi
perbaikan pelayanan publik. Peraturan ini memberikan peluang dan
instrumen bagi penguatan organisasi masyarakat sipil dan masyarakat
marjinal untuk lebih menyuarakan kebutuhannya akan pelayanan
publik, advokasi dalam proses penyusunan perencanaan dan
pengelolaan pelayanan, dan pengawasan terhadap implementasi pelayanan
publik. Ini juga akan memungkinkan konsultasi yang lebih efektif dengan
SKPD yang bertanggung jawab dalam penyediaan pelayanan dasar,memudahkan
pemantauan dan evaluasi kinerja pelayanan, serta analisis
alokasi anggaran terutama untuk kaum perempuan dan
mengatasi kemiskinan.
- Peraturan Pemerintah No. 72/2005
tentang Desa; mengatur tentang sumber dana untuk desa, termasuk Alokasi
Dana Desa (ADD) yang besarnya minimal 10 persen dari bagian dana
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten/kota
dan diberikan ke desa secara proporsional. Peraturan ini memberikan
peluang bagi pendalaman demokratisasi proses perencanaan pembangunan
desa;
- Surat Edaran Mendagri 2005
tentang Pedoman PenerapanAlokasi Dana Desa memberi pedoman tentang
pengaturan besaran ADD, prinsip-prinsip pengelolaan ADD terutama
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD, institusi pengelola,
sistem, prosedur dan mekanisme penyaluran dan penggunaan, pelaporan dan
pengawasan ADD.
Permasalahan yang terjadi hari ini,
Musrenbang cenderung tidak efektif, hasil yang didapat dari
musrenbang-pun akhirnya hanya menjadi hasil yang diinginkan oleh pihak
pemerintah yang kadangkala bukanlah hal-hal substantif seperti yang
dibutuhkan masyarakat. Untuk mengurangi itu semua, sehingga nantinya
diharapkan agar tercipta musrenbang yang efektif dan hasilnya berpihak
pada masyarakat, maka penulis pikir perlu diadakan sebuah riset
pendahuluan sebelum musrenbang ini dilaksanakan.
Adapun metode riset yang penulis tawarkan
adalah dengan menggunakan metode survey tingkat kepuasan masyarakat
terhadap pemerintahan dan segala aspek yang ada dalam lingkungan sebuah
daerah tertentu. Selain itu, juga dihitung kembali bagaimana tingkat
kesejahteraan daerah tersebut, apakah mengalami kenaikan, stagnan, atau
malah terjadi penurunan.
Setelah itu, dari hasil survey, disusunlah
daftar kebutuhan masyarakat. Daftar kebutuhan ini kemudian dibedakan
antara daftar kebutuhan yang sifatnya mendesak, agak mendesak, dan tidak
terlalu mendesak. Hal ini penting dilakukan agar segera diketahui mana
saja program yang nantinya dilaksanakan secepatnya, atau mana yang masih
bisa menunggu, sehingga pemerintah bisa mengatur prioritas dalam
pembangunan daerah.
Dengan demikian, dengan membawa daftar
masalah dan kebutuhan masyarakat, keberadaan musrenbang akan dapat lebih
efektif, dan sesuai dengan harapan masayrakat.
Selain itu, dalam upaya untuk melakukan
Perspektif Peningkatan Kualitas Musrenbang secara umum, penguatan
Musrenbang paling tidak memerlukan dua aspek [6]:
- Penerapan prinsip inklusif dan broad base participation di semua tahapan dan peringkat proses pengambilan keputusan yang meliputi konsultasi pada peringkat kebijakan, perencanaan, alokasi sumber daya, implementasi, pemantauan, dan evaluasi;
- Ketersediaan dan kelengkapan analisis teknis, termasuk sinkronisasi prioritas pembangunan daerah antarsektor dan tingkat pemerintahan (nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa) disertai dengan forum pembahasan yang partisipatif untuk memastikan bahwa program dan kegiatan efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat
Untuk itu, sebelum melakukan musrenbang ada
baiknya penyusunan materi muatan musrenbang maupun dalam pelaksanaan
musrenbang terlebih dahulu melihat beberapa hal dibawah ini[7] :
A. Regulasi Nasional
Surat Edaran Bersama tentang Musrenbang yang
diterbitkan setiap tahun oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Negara/Kepala BAPPENAS perlu diganti dengan regulasi yang
lebih permanen untuk menjamin kepastian dan keberlanjutan. Ini
akan membantu mengatasi ketidakseragaman komitmen dari pimpinan
pemerintahan di sejumlah daerah terhadap perwujudan
penyelenggaraan pemerintahan yang partisipatif dan yang
bersikap menunggu diterbitkannya regulasi untuk melakukan tindakan
yang lebih nyata.
Regulasi yang diterbitkan hendaknya:
- Mengembangkan prinsip inklusif dan broad based participation yang mengikutsertakan semua kelompok masyarakat yang relevan (perempuan, masyarakat miskin, kelompok marjinal dan dunia usaha );
- Mempertegas peranan, fungsi dan jurisdiksi dari masing-masing stakeholder (organisasi masyarakat sipil dan DPRD) dalam proses perencanaan dan penganggaran, terutama dalam penyiapan dan perumusan anggaran;
- Bersifat luwes untuk mengakomodasikan praktek-praktek yang baik di daerah;
- Memastikan pemenuhan standar konsultasi publik;
- Mewujudkan kondisi bagi pengembangan penganggaran partisipatif
Pengembangan regulasi tersebut perlu
mengikut sertakan semua pemangku kepentingan yang sesuai,
termasuk pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil yang telah
mengimplementasikan praktek-praktek Musrenbang yang baik.
- Regulasi Daerah
Berdasarkan regulasi nasional tersebut di
atas, pemerintah daerah hendaknya membuat peraturan daerah tentang
Musrenbang yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Hal ini untuk
memastikan dan menguatkan komitmen dari manajemen puncak di daerah,
DPRD, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengimplementasikan
perencanaan partisipatif. Apabila dirancang dengan baik, maka regulasi
ini akan mampu meningkatkan pemantauan dan pengawasan organisasi
masyarakat sipil terhadap anggaran publik dan memperbaiki transparansi
anggaran serta meningkatkan keterpaduan antara perencanaan dan
penganggaran.
Peraturan daerah yang dibuat, antara lain perlu mengakomodasikan hal-hal berikut:
- Kejelasan proses perencanaan partisipatif;
- Akomodasi penganggaran partisipatif dalam prosesnya;
- Bagan alir dan kalender yang jelas tentang proses perencanaan dan penganggaran daerah;
- Arahan struktur dan keanggotaan organisasi penyelenggara Musrenbang;
- Ketersediaan anggaran APBD yang memadai untuk menyelenggarakan musrenbang;
- Kalender kegiatan penyusunan rencana dan anggaran tahunan;
- Tipologi stakeholder yang akan diundang atau dilibatkan, termasuk pengarusutamaan gender;
- Peranan, fungsi, dan jurisdiksi masing-masing stakeholder;
- Keterlibatan aktif DPRD dalam semua tapan proses perencanaan;
10. Peranan dan fungsi forum konsultasi multi stakeholder SKPD;
11. Publikasi APBD di media
- Kualitas Musrenbang
Kualitas Musrenbang perlu diperbaiki guna
mencapai suatu standar konsultasi publik yang baik dalam perencanaan
partisipatif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Meningkatkan kualitas fasilitator, antara lain melalui bantuan teknis dan pelatihan fasilitator;
- Memastikan representasi perempuan dan kelompok marjinal sebagai stakeholder;
- Meningkatkan keterkaitan dengan forum konsultasi multi stakeholder SKPD;
- Meningkatkan kualitas dan kekinian informasi yang disediakan bagi peserta, termasuk informasi tentang perkiraan anggaran;
- Mendokumentasikan secara baik kesepakatan yang dicapai dalam Musrenbang;
- pengembangan instrumen yang lebih baik untuk memandu perumusan kebutuhan dan aspirasi stakeholder dan meningkatkan realisasi usulan;
- Memperbaiki koordinasi waktu dan logistik Musrenbang;
- Menciptakan mekanisme untuk meningkatkan akuntabilitas Musrenbang seperti pengembangan indikator untuk memantau kinerja proses pasca Musrenbang; seperti persentase usulan Musrenbang yang direalisasikan dalam APBD (terutama yang berkaitan dengan usulan perbaikan atau pengembangan pelayanan dasar untuk masyarakat miskin)
Peranan dan Fungsi Organisasi Masyarakat Sipil
Peranan dan tanggung jawab organisasi masyarakat sipil dalam Musrenbang perlu diperjelas. Kemungkinan peranan dan fungsi OMS:
- Pengembangan koalisi strategis dan jaringan yang efektif untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah untuk menerapkan penganggaran partisipatif;
- Menjadi fasilitator Musrenbang;
- memberikan advokasi, pelatihan, pendampingan, penelitian, dan analisis anggaran;
- Menyediakan dan meningkatkan akses masyarakat pada informasi perencanaan dan penganggaran agar mereka lebih peduli dan aktif berkontribusi dalam prosesnya;
- Menciptakan forum publik untuk mendorong pembahasan APBD sebelum APBD disetujui dan disahkan;
- Melakukan kampanye untuk mendorong transparansi anggaran;
- Memantau dan mengevaluasi anggaran dan kinerja pelayanan publik;
- Membantu DPRD untuk melakukan tinjauan (review) dan penilaian terhadap dampak anggaran yang diusulkan pemerintah daerah, terutama dampak anggaran bagi usaha pengentasan kemiskinan dan penerapan standar pelayanan minimal;
- Bekerjasama dengan media untuk memastikan tujuan-tujuan perencanaan dan penganggaran partisipatif, proses, dan hasil-hasilnya dipublikasikan lebih baik.
Peranan dan Fungsi DPRD
Terdapat kebutuhan untuk menguatkan
keterlibatan DPRD dalam Musrenbang khususnya dan semua tahapan proses
perencanaan pada umumnya. Di samping itu, jadwal waktu reses DPRD perlu
disinkronisasikan dengan jadwal waktu Musrenbang dan kalendar
perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan demikian DPRD dapat
berkontribusi aktif dan efektif dalam Musrenbang pada saat kegiatan
tersebut dilaksanakan.
Peranan dan fungsi DPRD perlu diperkuat dalam hal-hal sebagai berikut:
- Keterlibatan aktif dari komisi, komite DPRD yang relevan dalam diskusi, peninjauan, dan evaluasi usulan masyarakat dalam Musrenbang;
- Pemahaman terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat disuarakan dalam Musrenbang dan memberikan masukan atas prioritas program berdasarkan prioritas masayarakat;
- Memastikan terdapatnya konsistensi dan keseimbangan antara program dan anggaran tahunan daerah dengan prioritas nasional dan provinsi dan antara prioritas sektoral dengan alokasi anggaran;
- Memastikan bahwa Musrenbang menerapkan standar konsultasi publik yang sesuai;
- mencermati kebutuhan pengembangan regulasi untuk dimasukkan dalam program Renja DPRD mendukung program dan kegiatan yang diprioritaskan di Musrenbang.
Keberhasilan penerapan metode ini sangat
bergantung kepada peran masing-masing pihak, jika semuanya berjalan
dengan semestinya, maka yang dihasilkan dalam musrenbang inipun juga
akan menjadi baik, semoga.
Sumber : trezegulum17.wordpress.com