Full Width CSS

Tuesday 24 January 2017

Je'ne A'pangka

Je'ne A'pangka
Oleh: Carrolline

Tabe' Karaeng.
Dengarkan suara batin yang menerawang jauh
sejauh mata memandang.
Tubuh mudaku bersimpuh diatas debu
bercampur peluh bersulam dosa bagai benalu.

Dalam jasadmu, kau menangis
menyaksikan setiap inci kekacauan.
Dalam diammu, kau rasakan
setiap detik perubahan.

Saksikanlah, Puang!
Air mata, diambang siung reinkarnasi.

Kota Pangka Je'ne.
Kau sematkan je'ne sebagai nafas.

Kau permakkan pangka sebagai alur kehidupan.
Kota kecil yang tak akan tertindas
Para penjajah bertindak bengis.
Begitu katamu, Karaeng.

Kota Je'ne A'pangka.
Bagai segumpal darah tertumpuk
ditelapak tangan kecilmu.
Bagai sebutir air yang kau berikan
pada leluhurmu agar abadi dan lestari.

Bagai setumpuk uang
yang nilainya tak akan mati.
Kini berganti warna,
kutatap miris bergelimang air mata.

Karaeng. Pammopporang mama.
Darahmu terbalut dibambu runcing
Kujadikan tanda warisan yang membusung tinggi
Harta yang kau simpan, masih tersisa.
Dia adalah Liukang tupabbiring

Yang dulu kau suguhi surga meregang asa.
Anak yang kau pikul dan kau hargai
dengan seonggok darah dan bambu.
Dia adalah Tabo-tabo.

Yang dulu kau bangga-banggakan
akan belukar dan pohon yang berkemilau.
Kini meregang nyawa, dibantai
oleh manusia tak berprikemanusiaan.

Karaeng.
Rumahmu masih tersisa.
Dia adalah Biringere
yang dulu kau sebut rumah kokoh
bagi insan-insan dan kau tinggalkan.

Kini yang ada hanya bangkai ilalang.
Sebab gunung yang berpijar
kini retak tak berparas lagi.

Karaeng. Pammopporang mama.

Penulis adalah mahasiswi jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di Universitas Muhammadiyah Makassar.