Full Width CSS

Thursday 17 August 2017

Nasionalisasi PT Freeport



Oleh Hairialsah Malapu (Mahasiswa asal Bone Bolango yang sedang menempuh studi di Universitas Negeri Makassar).

Globalisasi adalah bentuk daripada kemajuan zaman, segala perputaran roda kehidupan di setiap bidang akan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain antara negara satu dengan negara yang lain, dan sebisa mungkin tanpa ada batasan satu sama lain, hal ini bisa saja menimbulkan dampak positif maupun negatif, karena dalam transaksi bisa saja ada kesepakatan yang dinilai kurang menguntungkan antara kedua negara, contohnya kerjasama Indonesia dan Amerika Serikat belakangan dinilai sangat tidak berpihak kepada Indonesia sebagai objek dari kerjasama.

            Kompleksitas masalah yang terjadi di perusahaan asal amerika ini tak kunjung selesai, masalah tenaga kerja murah, masalah ketimpangan pendapatan, masalah jaminan kesehatan ketenagakerjaan, sampai pada kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan pada perusahaan tersebut. Belum lagi masalah pembagian hasil tambang yang cenderung tidak adil dalam pembagiannya. Semua ini adalah pekerjaan rumah bagi Bangsa Indonesia yang harus segera diselesaikan dan bukan untuk di diamkan berlarut-larut. Karena dikhawatirkan akan menjadi bom waktu.

            Banyak pertanyaan yang baru muncul dalam perjalanan bisnis (kontrak karya) kesepakatan 20 tahunan ini menyisakan begitu banyak derita yang dialami masyarakat Papua sebagai tuan rumah dalam aktivitas ini, dinilai terkahir tahun 2007-2014 hanya sekian persen, 40% yang bisa dirasakan dalam hasil alam yang dikeruk oleh negeri paman sam (AS) lerwat PT Freeport, apakah keadaan dalam ketertindasan masyarakat Papua akan selalu terjadi? Siapa yang harus bertanggung jawab pada dampak lingkungan kegiatan aktivitas penambang yang di lakukan perusahaan tersebut? Dimana posisi negara Indoensia dalam perjanjian perdagangan Internasional?


HUGO CHAVES DAN KEBIJAKANNYA
            Dalam interkasi antara negara-negara tidak terlihat jelas mana yang dianggap sebagai sahabat dan musuh, seringkali negara sulit membedakan mana yang sifatnya bujukan mana yang paksaan, garis pemisah antara urusan-urusan dalam maupun luar negeri terlihat samar-samar, kesepakatan Indonesia dan Amerika Serikat yang dinyatakan dalam kesepakatan kontrak karyanampaknya tidak menguntungkan bagi negara ini.

            Ada beberapa peristiwa penting bagi negara Venezuela, pada tahun 2012 Venezuela menduduki peringkat dua di dunia setelah Saudi Arabia, dalam hal persediaan minyak. Dalam catatan negara ini memiliki persediaan 211,2 miliar barel minyak atau 14,35% proporsi konsumsi minyak mentah dunia. Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakatnya, mengapa bisa demikian? Karena, Venezuela menyerahkan pengelolaan tambang minyaknya kepada perusahaan asing seperti Exxon Mobile, Amerika Serikat. Situasi kemudian berubah drastis setelah Hugo Chavez terpilih menjadi Presiden tahun 1998. Tiga tahun kemudian, 2001, tidak kurang dari49 keputusan diperkenalkan oleh Chaves salah satu di antaranya yakni menasionalisasi industri dalam negeri, terutama tambang migas dan emas.

            Polemik di Dunia Internasional tidak terhindarkan terhadap, protes dari berbagai pihak, termasuk harus menghadapi gugatan arbitrase ke Bank Dunia oleh 20 perusahaan dari berbagai negara, seolah-olah tak menggoyahkan prinsipnya, sikap Hugo Chavez tetap dalam pendiriannya dinilai sebagai kemampuan memutuskan segala sesuatu dengan keadaan yang mendesak, niatnya sendiri yaitu sebagai bukti keberpihakannya terhadap kemandirian ekonomi nasional di negaranya.

            Peritiwa diatas menggambarkan tentang sosok pemimpin yang berpihak pada kemajuan masyrakat dan kemandirian bangsa, Bagaimana dengan posisi Indonesia? Kegaduhan mengenai Freeport belakangan ini, ada yang menduga, merupakan bagian dari strategi pemerintah Indonesia untuk mengambil alih perusahaan tambang emas tersebut. Oleh karenanya, langkah itu perlu didukung oleh semua pihak. Tetapi, ada juga dugaan lain bahwa kepemilikan Freeport akan dilepas dari Freeport McMoran untuk dialihkan ke China Resources Limited. Apakah dugaan ini benar adanya? Tentu semua hal diatas masih dalam tataran spekulasi.

Kalau saja harus dilakukan referendum, kita yakin, rakyat Indonesia akan memilih cara yang ditempuh oleh Hugo Chavez di Venezuela: nasionalisasi perusahaan asing demi kemandirian ekonomi nasional. Mengapa tidak? Kalau bukan sekarang kapan lagi?

EKONOMI KERAKYATAN KEKUATAN BANGSA INDONESIA
            Seluruh kekuatan yang akan dibangun ketika PT Freeport berhasil di nasionalisasi, sebisa mungkin semua berangkat dari perbaikan mikro dan makro ekonomi, kenapa demikian? Karena pada saat ini hanya negara Indonesia yang dapat tumbuh perekonomian nya diatas 7%, dibandingkan di negara lain, ini berarti memudahkan seluruh aktivitas dalam dan luar negeri, persoalan harga, kelangkaan (scarcity), kemiskinan, pengganguran, dan ketimpangan akan lebih mudah untuk diselesaikan, ketika PT Freeport berhasil di Nasionalisasi.

            Banyak harapan kepada negara Indonesia nampaknya harus kembali pada khittah perjuangan bahwa segala pesan bangsa dalam bernegara harus disegera diaktualisasikan sebagaimana tercermin dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “kekayan negara dikelola oleh negara untuk kemakmuran masyarakat Indonesia”