Pembahasan mengenai strategi selalu memunculkan banyak pandangan-pandangan baru utamanya dari pemikiran para strategists
yang sudah ada sejak lama. Mulai dari Sun Tzu dengan
strategi-strateginya yang cenderung filosofis hingga Clausewitz yang
cenderung praktis. Pada artikel kali ini akan dibahas mengenai strategi
yang dikemukakan Clausewitz mengenai perang. Berbicara mengenai
Clausewitz, tentu penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu latar
belakang kehidupannya sehingga dapat mempengaruhi pemikirannya. Carl
Phillip Gottfried von Clausewitz lahir di Kerajaan Prusia dari keluarga
aristokrat pada tahun 1780. Pada saat berusia 13 tahun, Clausewitz
mengikuti ayahnya untuk menjadi tentara dan bekerja di bidang militer.
Clausewitz adalah seorang perwira militer aktif dan pernah ditugaskan
untuk mengemban misi di antaranya di Rhine pada tahun 1793-1794 juga
perang pada tahun 1806. Pada perang tahun 1812, ia sempat menjadi
seorang perwira Russia dan pangkat terakhirnya sebelum meninggal adalah
sebagai Jenderal.
Latar belakang kehidupan tersebut dapat mengasumsikan bahwa hampir
seluruh dari dasar pemikirannya berasal dari pengalamannya bertempur
langsung di medan sehingga mengetahui seluk-beluk dan kondisi perang
yang sebenarnya. Hal ini kemudian ditunjukkan dengan strategi-strategi
perangnya yang cenderung praktikal. Dalam karyanya On War (1997),
Clausewitz merupakan sebuah duel dalam skala yang sangat besar
(Clausewitz, 1997:5). Dalam duel tersebut, kita menggunakan kekuatan
fisik kita layaknya pegulat. Perang dalam pandangan Clausewitz merupakan
sebuah aksi nyata yang berupa kekerasan yang dimaksudkan untuk
mendorong lawan kita untuk memenuhi apa yang kita inginkan. Dalam
clausewitz ditekankan bahwa konsep dasar dari sebuah strategi perang
adalah pengertian atau pemahaman akan perang itu sendiri. Hal ini
berangkat dari pendekatan Clausewitz yang mendefinisikan strategi
sebagai bentuk engagements tujuan perang. Sehingga, penjelasan
definisi strategi selalu mengarah pada hubungan antara kekuatan militer
dan tujuan politik. Yang lebih lanjut digunakan sebagai pedoman
pengaplikasian kebijakan suatu negara.
Untuk dapat mengalahkan lawan hingga batas terakhirnya, ada beberapa
hal yang menurut Clausewitz penting untuk dilakukan. Yang pertama adalah
utmost use force. Kita harus memiliki kemampuan yang melebihi
kemampuan bertahan atau batas terendah musuh. Dari hal ini akan terjadi
perlombaan peningkatan kekuatan, ketika kedua belah pihak berpandangan
sama. Hal yang kedua yaitu disarm the enemy. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa perang memang dimaksudkan untuk dapat
mendapatkan apa yang kita inginkan dari lawan. Untuk dapat memaksa lawan
agar mau memenuhi keinginan kita, kita harus dapat mengalahkan mereka
hingga sampai pada titik perlucutan senjata, dan tak ada hal lain yang
dapat diperbuat oleh lawan selain menyerah pada kita. Selain itu, tanpa
persenjataan, mereka tidak lagi menjadi ancaman bagi kita. Hal yang
ketiga yakni utmost the exertion of powers. Untuk dapat memukul mundur lawan hingga batas terakhirnya membutuhkan dua hal dasar yaitu the sum of available means dan the strength of the will (Clausewitz, 1997:8). Dari hal inilah yang kemudian menjadi pemicu bagi usaha penigkatan kemampuan kedua pihak.
Clausewitz menggagas tiga konsep dasar yang terkenal yang disebut Three Dimensions of Wondrous Trinity, yang
pertama adalah aksi. Artinya, yaitu sebagai aktualisasi dari perang
yang merupakan kelanjutan dari kebijakan politik. Aksi disini menjurus
pada total war yang berarti konfrontasi fisik antara pihak yang bersangkutan. Kedua adalah symmetrical countereaction. Clausewitz
membagi perang menjadi dua yaitu perang simetris dan perang asimetris.
Perang simetris esensinya adalah jika konstelasi pergerakan perang
tersebut berbanding terbalik artinya satu menyerang dan satu pihak lain
bertahan. Kemudian perang asimetris adalah jika dalam suatu peperangan
terdapat kedua pihak lebih memfokuskan diri pada penyerangan dan bukan
sebuah pertahanan. Yang ketiga adalah pandangan Clausewitz tentang
perang simetri telah menginspirasi konsep bertahan dalam perang dan
merupakan konsep strategi yang ideal.
Namun ada satu titik penting dari semua keberpihakan terhadap
kekerasan yang mungkin dalam dilakukan dalam sebuah perang. Clausewitz
mengemukakan, “War is always a serious means for serious object – its more particular definitions”
(Clausewitz, 1997:21). Perang dimaksudkan untuk menciptakan harmoni
yang dicapai melalui tindakan dan kebijakan politik yang sesuai dengan
tujuan awal perang tersebut dilakukan.
Berbicara mengenai seberapa modernkah strategi tersebut, Clausewitz
dalam artikel yang berjudul “What Is War?” menekankan beberapa hal,
antara lain sebagai berikut. Dalam artikel milik Clausewitz (1997: 8)
dijelaskan bahwa sebenarnya yang menjadi tujuan utama dari semua aksi
atau tindakan yang telah diperhitungkan dan diterapkan secara matang
adalah hanya untuk melucuti senjata atau melumpuhkan lawan tidak
bermaksud untuk menghancurkan. Sehingga, maksud dari Clausewitz yakni
perang bukanlah tentang kekuasaan hidup diatas benda mati namun perang
disini ditujukan untuk mendapatkan kembali atau melindungi posisi atau
kepentingan yang terancam dengan cara mengurangi musuh melalui jalan
perang. Yaitu bukan perang antara hidup dan mati melainkan perang dengan
tujuan untuk melumpuhkan dan meniadakan kekuatan musuh hingga tak
berdaya dan tidak menjadi suatu ancaman.
Walaupun dapat dikatakan modern dari sebelumnya namun dari
keseluruhan isi artikel strategi yang dimaksudkan oleh Clausewitz masih
tetap berada dalam konteks seni atau strategi perang. Dimana dalam
artikel ini disebutkan pula adanya logical subtleties
(cara-cara yang lebih halus) yang dimodifikasi atau digunakan bersamaan
dengan jalan atau aksi kekerasan. Kemudian Clausewitz juga menambahkan
bahwa tindakan yang dilakukan dengan jalan perang ini, seperti yang
telah dikatakan sebelumnya merupakan “kelanjutan dari suatu kebijakan
politik atau dapat dikatakan bahwa perang adalah tindakan politik”
(Clausewitz, 1997: 21-23). Pernyataan tersebut benar karena tidak
menutup kemungkinan, bila melihat sejarah perang terdahulu, perang
selalu bermotif politik sehingga perang adalah instrumen nyata suatu
pencapaian politik.
Sehingga dari uraian singkat diatas satu hal yang terlihat menonjol
adalah bahwa perang tidak hanya dilakukan secara subjektif namun harus
dilakukan secara objektif pula. Sasaran secara objektifnya yakni perang
tidak harus berarti penghancuran total namun lebih berarah pada
pencapaian tujuan dengan melumpuhkan lawan sehingga tidak ada
kemungkinan bagi lawan tersebut untuk bangkit. Ini pula yang disampaikan
oleh Clausewitz (1997:19) “War is a game both objectively and subjectively” sesuai dengan penjelasan kami sebelumnya.
Dengan pengalaman yang dimilikinya selama bertugas, Jenderal
Clausewitz kemudian membuat sebuah buku yang menjadi buku teks standar
dari para pemimpin militer di abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia
menerangkan tentang bagaimana bala tentara (soldiery) bekerja,
menunjukkan bagaimana perang yang merupakan kelanjutan dari politik,
tidak bisa ditebak seperti apa yang kebanyakan orang bilang tetapi
perang justru seperti tertutup oleh kabut dimana tidak ada seorang pun
yang sepenuhnya tahu apa yang akan terjadi (http://www.btinternet.com/).
Pemikiran-pemikiran Clausewitz memiliki perbedaan dengan apa yang telah
dituliskan oleh ahli strategi klasik Sun Tzu. Dapat dilihat bahwa
pemikiran Sun Tzu lebih dalam mengandung filosofi-filosofi sedangkan
Clausewitz menjabarkan penjelasannya dengan lebih praktis dan mekanis
namun tetap memiliki sisi filosofis khas Clausewitz sendiri.
Clausewitz juga tidak sependapat dengan pemikiran Sun Tzu bahwa
kemenangan dalam perang bisa diperoleh tanpa pertumpahan darah.
Menurutnya, hal ini justru tidak sesuai dengan kondisi alamiah dari
perang. Apabila dalam membuat suatu strategi seseorang tidak
mempertimbangkan adanya kekerasan dan pertumpahan darah maka sama saja
halnya dengan mempersiapkan kekalahan orang itu sendiri karena
menurutnya tidak mungkin seseorang dapat mengalahkan musuh tanpa
konsekuensi pertumpahan darah.
Kontribusi yang diberikan oleh Clausewitz didalam tulisannya terkait
dengan strategi perang sangatlah besar, terutama sumbangsihya terhadap
studi strategis yang mulai banyak dipelajari di berbagai belahan dunia.
Terutama adalah dua hal penting, yaitu adanya keterlibatan unsur politik
dan kekuatan moral di dalam perang, yang mana kedua hal tersebut belum
ditemukan pada strategi perang yang ditulis oleh Sun Tzu di masa
sebelumnya. Menurut Clausewitz, “the war of a community – of whole
nations, and particularly of civilised nations- always starts from a
political condition, and is called forth by a political motive, it is
therefore a political act” (Clausewitz, 1997: 21). Dari kutipan
tersebut terlihat bahwa keinginan-keinginan politiklah yang menjadi
penggerak terjadinya peperangan. Jika dibandingkan dengan Sun Tzu, ia
berasumsi bahwa perang itu sendiri adalah sebuah tujuan, sedangkan
Clausewitz menilai bahwa perang dan strategi sebenarnya adalah suatu
instrumen dan cara untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik. “The war is not merely a political act, but also a real political instrument, a continuation of political commerce”
(Clausewitz, 1997: 22). Semakin besar keinginan-keinginan politik, maka
akan semakin besar pula intensitas perang yang akan terjadi, dan begitu
pula sebaliknya.
Kedua adalah kekuatan moral dalam perang. “The art of war has to deal with living and with moral forces” (Clausewitz, 1997: 20). Hal ini berkaitan dengan keberanian (courage) dan kepercayaan diri (self-reliance) yang menjadi suatu hal yang esensial didalam perang. Dibutuhkan suatu kebijaksanaan (wisdom) dan kehati-hatian (prudence)
didalam menentukan strategi perang dan kalkulasi kekuatan pihak lawan.
Apabila dikaitkan dengan kepentingan politik, moral ini dibutuhkan dalam
menentukan kebijakan politik yang merupakan acuan didalam menentukan
strategi perang. Misalnya, unsur moral seperti keinginan yang kuat yang
harus dimiliki oleh seorang Jenderal. Seperti yang kita ketahui, bahwa
seorang Jenderal memiliki hak untuk memutuskan strategi apa yang akan
digunakan didalam perang, sehingga melalui daya pikir dan keinginan yang
kuat ia dapat memutuskan strategi perang dengan tegas dan tepat.
Keputusan yang diambil oleh seorang Jenderal nantiya harus dipertanggung
jawabkan kepada pemerintah dan secara tidak langsung berpengaruh pada
kebijakan politik tersebut.
Pemikiran Clausewitz tentang apa itu perang memberikan dampak atau
pengaruh kepada pemahaman tentang sejarah kemiliteran, dan pemahaman
dasar dari teori tersebut. Perang dipandang bukan sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri, akan tetapi perang merupakan alat politik, dan dari
sudut pandang ini kita bisa menghindari menemukan diri kita berada dalam
posisi yang berlawanan kepada seluruh sejarah kemiliteran. Pandangan
ini juga menunjukkan bahwa bagaimana perang harus memperlihatkan
perbedaan karakter menurut motif alami atau motif yang sesungguhnya
serta keadaan dari mana mereka berasal.
Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para pejabat negara
dan jenderal hal yang terpenting, dan hal yang paling utama adalah
dengan benar memahami adanya penghargaan terhadap perang yang sedang
dilakukan, tidak untuk mengambil sesuatu, atau berharap dapat membuat
sesuatu terjadi, dengan adanya kejadian secara alami hal tersebut
mustahil untuk terjadi. Kita harus masuk secara keseluruhan dalam
memperhatikan rencana perang.
Teori yang dikemukakan oleh Clausewitz memberikan hasil tersendiri.
Bahwa perang tidak hanya seperti bunglon yang nyata, karena hal itu
berubah sesuai dengan alamnya akan tetapi hanya beberapa derajat di
setiap bagian permasalahan, akan tetapi juga, secara keseluruhan perang,
didalamnya terdapat hubungan menuju tendensi yang utama yang kita
berada didalamnya, sangat hebat trinitas, elemen dari perang terdiri
dari kekerasan, kebencian, dan rasa permusuhan, yang mana akan terlihat
sebagai insting yang buta, terhadap permainan dari kemungkinan dan
kesempatan, yang mana membuat jiwa melakukan aktivitas secara bebas, dan
subordinat alami dari alat politik, yang mana hal tersebut dengan
jernih termasuk menuju ke arah alasan. Terdapat tiga tendensi disini
yang dimaksud oleh Clausewitz. Tendensi yang pertama yaitu fokus
terhadap lebih banyak orang, yang kedua lebih kepada jenderal dan
tentaranya, dan yang ketiga lebih kepada pemerintah.
Referensi:
Clausewitz, Carl Von. 1997. “What is War?” Dalam On War. Hertfordshire: Wordworth Classic of World Literature, pp 5-24
Hughes, Glys. 2011. Squashed Philosophers Abridged Edition – Clausewitz – On War. [online]. Tersedia dalam: http://www.btinternet.com/~glynhughes/squashed/clausewitz.htm. Diakses pada 2 April 2012
0 comments:
Post a Comment