Sebuah tempat yang tak
pernah kosong dalam ingatanku, berada disudut kota membuat taman itu banyak pengunjungnya. Waktu yang berjalan
membuatnya jauh lebih indah dari sebelumnya. Banyak bunga yang tumbuh mekar secara
bersama-sama tak
terkecuali, perasaanku
padamu.
Taman bunga itu masih seperti
dulu tak ada yang berubah, letak kursi dan bau bunga tetap sama memancarkan aroma keindahan, sama halnya dirimu.
Aku ingat, aku pernah
terjatuh di lubang samping taman bunga itu. Dua kali tepatnya, pertama karena aku melihatmu
tersenyum, yang kedua karena kau menegurku dari belakang.
Aku melihat langit, aku
menemukan gambar bunga dari garis abstrak awan. Aku melihat bunga, aku menemukan pola
susunan langit dan awan. Kemudian, aku melihat matamu dan aku menemukan keduanya.
A,B,C,D urutan abjad yang
diajarkan di TK belakang taman bunga itu. Memecah suasana menjadi riang, lalu tiba
tiba aku melihatmu. Di depanku tersenyum melihat sepatuku basah kena air sewaktu menyiram bunga, edelweis nama bunga
yang kusiram waktu itu sama seperti namamu bunga abadi.
Taman bunga itu cukup luas
untuk menampung sebagian warga kota. Beberapa bunga tertentu, aku, adeleweis
dan kenangan bersamamu. Aku pernah berdoa kepada Tuhan
untuk mengirimkan wakilnya kemuka bumi. Lalu Tuhan menciptakan berbagai macam
bunga, tapi aku merasa ada yang belum sempurna.
Lalu aku berdoa kembali
kepada tuhan, lalu Tuhan menciptakan dirimu secara sempurna bersama dengan senyum
indah itu, senyum yang dapat mematikan nalar berfikirku. Akhirnya, aku menamai taman bunga itu
menjadi taman bunga abadi.
Edelweis. Makassar, 15 Juli 2017
0 comments:
Post a Comment