Hairialsah Malapu |
Oleh Hairialsah Malapu (Mahasiswa asal Bone Bolango yang sedang menempuh studi di Universitas Negeri Makassar).
Prolog
“Koperasi adalah usahabersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkantolong menolong (Moh. Hatta)”
Akhir-akhir ini membicarakan tentang Koperasi di Indonesia sama halnya membicarakan dongeng (cerita rakyat), yang seolah-olah koperasi itu pernah ada dan kemudian tinggal menjadi mitos pada akhirnya, inilah yang tergambarkan dizaman sekarang era teknologi dan inovasi serta globalisasi, semua yang berbau tradisional mulai terpinggirkan dan tidak mendapat tempat lagi di kalangan masyarakat (modernisasi).
Tetapi jika melihat sejarah panjang dari terbentuknya koperasi kita akan melihat bahwa disana terdapat sebuah perjalanan panjang yang dimulai sejak abad 20 yang ketika itu masyarakat kecil secara spontan ingin merubah hidupnya sehingga terlepas dari penderitaan ekonomi.
Sedangkan di Indonesia ide - ide perkoperasian diperkenalkan oleh, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 yang mendirikan sebuah Bank untuk para Pegawai Negeri. Karena semangat yang tinggi perkoperasian pun selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, dan Pada tahun 1908, Dr. Sutomo mendirikan Budi Utomo . Dr Sutomo sendiri sangat memiliki peranan penting bagi garakan koperasi untuk memperbaiki dan mensejahtrakan kehidupan rakyat.
Koperasi : Nilai Historis dan Identitas Perjuangan Rakyat
Ketika kita melihat semua apa yang ada dalam suatu kelembagaan koperasi kita akan menemukan jati diri bangsa Indonesia, bagaimana tidak nilai-nilai yang ada dalam koperasi menjadi suatu warna tersendiri bagi bangsa ini, contoh kecilnya yang ketika itu rakyatnya yang didominasi oleh masyarakat kecil (kaum pribumi) yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat suatu perlawanan dengan membentuk kelompokdemi menaikkan perekonomian keluarga.
Masih segar dalam ingatan betapa perekonomoian nasional dilanda KRISMON (Krisis Moneter) di tahun 1998, yang ditandai dengantingkat Inflasi Indonesia yang terasa di awal bulan Juli dan Agustus ketika itu dimulai dengan nilai rupiah yang turun. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998. Penurunan ini juga didorong dengan semakin banyak masyarakat yang membeli dolar, Sehingga permintaan akan dolar pun tinggi yang berakibat semakin lemahnya nilai rupiah terhadap dolar. Masalah pun semakin parah ketika banyak perusahaan swasta yang meninjam dana dari luar, Sehingga mereka harus menghadapi biaya yang sangat besar dalam pembayaran utang tersebut. Hal ini yang memicu banyak perusahaan yang mulai gulung tikar.
Disisi Lain lembaga Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang tetap eksis dan kemudian menyokong perokonomian nasional ketika itu, ada beberapa alasan mengapa Koperasidan UMKM dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar Koperasi dan UMKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua, sebagian besar Koperasi dan UMKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Potret Koperasi di Era Reformasi
Pada era reformasi saat ini,
koperasi makin mengalami pergeseran jati diri. Koperasi seharusnya menjadi people based association, tetapi
ternyata menjadi capital based
association. Bukan lagi mementingkan peningkatan hidup rakyat, melainkan
ukurannya adalah modal usaha yang harus berkembang dan menguntungkan.
Masalah koperasi pada era Reformasi
yang menjadi perhatian yakni terciptanya kondisi dualistik dan proses pembinaannya menjadi top-down.
Koperasi mengalami krisis jati diri, yang bersumber pada krisis nilai,
kepemimpinan, dan kepercayaan.
Selama ini kita cenderung bersikap
paradoksal. Bicara terus-menerus mengenai prosedural, tanpa memiliki sistem
perlindungan. Kita bicara manajemen koperasi, tetapi kenyataannya menggunakan capital based yang merancukan koperasi.
Kita bicara kerja sama sebagai modal sosial, tetapi kita cenderung egois, kita
bicara koperasi, tetapi tindakan-tindakan kita justru menyerupai kapitalis.
Memang betul, koperasi membutuhkan
dana. Namun, kelemahan manajemen justru memorak-porandakan eksistensi koperasi.
Koperasi yang seharusnya menjadi simbol kekuatan rakyat, dalam perjalanannya
justru penuh kegagalan dan kekecewaan. Bahkan, setelah kejatuhan Orde Baru dan
dalam krisis ekonomi, nasib koperasi pun kian terpuruk.
Kondisi inilah yang rupanya membuat
sebagian kalangan tidak menganggap perlu koperasi dipertahankan keberadaannya
dalam perekonomian Indonesia. Kepercayaan mereka bahwa koperasi dapat berfungsi
dengan baik dalam melayani kebutuhan anggota pupus.
Terlihat
jelas, potret kegagalan koperasi dan tak bisa kita tutup-tutupi. Namun sudahkah
kita
berpikir secara cermat, sesungguhnya apa yang menjadi penyebab keterpurukan
koperasi sehingga kita masyarakat terkhususnya pemuda dan mahasiswa mampu
memberikan solusi yang
tepat?
Inovasi Koperasi “Berfikir Global Bertindak Lokal”
Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai
oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan
koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan
usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut
kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai
lembaga sosial.
Ada empat poin penting yang menjadi jawaban
dari pertanyaan akan inovasi dari koperasi yang harus dilakukan agar supaya
koperasi kembali kepada marwah kelembagaannya adapun empat poin inti yakni ;
1. Mengembangkan kegiatan usaha
koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.
Beberapa
koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha
yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang
bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk
usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe,
serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya
masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk
dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip
perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah
berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya.
2.
Mengembalikkan
nilai-nilai Koperasi dalam kurikulum tingkat sekolah dasar.
Semua
orang percaya bahwa dalam melakukan kegiatan usaha bisnis yang paling penting
itu adalah action (Praktek langsung) dan kemudian mengikut teori sebagai
penunjang bagi usaha yang dijalankan, akan tetapi betapa bagusnya ketika
keduanya berjalan berbarengan maka terdapat proses dialektika yang bagus
sehingga para anggota koperasi mampu menjawab apa yang kemudian menjadi
tantangan atau hambatan yang dihadapi oleh lembaga.
3. Memperbaiki kembali sistem dan tata
kelola management koperasi.
Fenomena
Koperasi dibeberapa tempat yang sering terjadi adalah ketidakpahaman koperasi
persoalan penjualan dan penyediaan ketika meliputi perdagangan internasional
hal ini yang harus diperhatikan secara serius oleh Pemeritah, menyediakan
kemudahan akan akses informasilah adalah langkah awal kemudian diikuti oleh kemampuan managerial yang baik
didalam koperasi itu sendiri.
4. Koperasi harus menciptakan aplikasi
dalam menunjang
Setelah
adanya sebuah koperasi dengan tata kelola yang baik maka hal ini perlu
ditunjang dengan langkah yang bersifat baru yang mengikuti perkembangan zaman
dengan melakukan pelayanan terhadapa seluruh anggota koperasi melalui
pemanfaatan teknologi.
Epilog
“Hanya
ada satu negara yang pantas menjadi negaraku, ia tumbuh dengan perbuatan
dan perbuatan itu adalah perbuatanku (Moh. Hatta).”
Kalimat diatas merupakan sebuah
penggambaran yang jelas seorang Moh. Hatta seorang yang dijuluki sebagai bapak
Koperasi dan juga mantan Wakil Presiden Pertama RI kemudian secara eksplisitnya
mengungkapkan maksud dan tujuannya terhadap arah dan pembangunan di Indonesia
bahwa dengan konsep pemikiran murni bangsa itu sendirilah yang dapat membuat
bangsa itu tumbuh dan maju.
Lembaga koperasi memang adalah
lembaga sosial yang sejatinya didirikan atas azas kekeluargaan, dan sebagai
tujuan untuk menyejahterakan anggota yang terhimpun didalamnya sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 4 “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Dengan konsep inilah yang diharapkan
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat (Anggota Koperasi) sehingga tujuan
koperasi tercapai dan akan berimbas pada terputusnya lingkatan setan kemiskinan
(the
vicious circle of poverty) serta perlahan akan menjadi kekuatan ekonomi
nasional dan dunia, semua ini adalah cita-cita bangsa indonesia, sesungguhnya
koperasi bukanlah hanya sekedar lembaga akan tetapi KOPERASI merupakan
IDENTITAS BANGSA INDONESIA.
0 comments:
Post a Comment